Jumat, 29 Mei 2009

Museom Sanabudaya, Yogyakarta

useum adalah suatu tempat untuk menyimpan benda-benda kuno atau bersejarah. Berbeda dengan arsip yang menyimpan barang-barang berupa dokumen atau sejenisnya agar tidak musnah dan dapat digunakan kembali sebagai bahan referensi penulisan sejarah. Jadi kita harus dapat membedakan antara museum dan arsip. Dibanding Arsip, museum lebih menitikberatkan pada aspek pertunjukan dari pada segi keaslian atau keautentikan suatu peninggalan.
Di Indonesia terdapat banyak sekali museum, di jawa saja ada puluhan baik tingkat lokal atau provinsi. Museum berasal dari bahasa yunani, Mouseion yang berarti tempat kedudukan bagi Mousa. Mousa adalah sebutan anak-anak dari dewa Zeus yang ditinggikan. Mereka menguasai perhal seni dan ilmu pengetahuan yang diwariskan yang amat sangat berguna. Untuk itu secara etimologi dapat dikatakan museum merupakan tempat untuk menimba ilmu pengetahuan dan seni kehidupan masa lalu karena merupakan warisan yang harus dijaga.

Sanabudaya Yogyakarta


Sanabudaya (sonobudoyo) adalah salah satu museum yang ada di Yogyakarta. Museum ini merupakan kelanjutan dari Java Institut yang dibentuk Belanda pada tahun 1919. Sanabudaya berasal dari kata sana dan budaya. Sana berasal dari kata sasana (sosono) yang berarti tempat, sedangkan budaya (budoyo) berarti memiliki unsur budaya. museum ini terletak di Jalan Trikora 6 Yoyakarta, atau lebih tepatnya di utara alun-alun lor keraton Yogyakarta. Pada awalnya museum ini diprakarsai oleh tiga orang belanda Ir. Tn. Karsten, PHW. Sitsen dan Koperberg. Berdasarkan kongres di Java Institut mereka mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Kemudian mereka bekerja sama dengan PH. Hadiningrat dan menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono VIII untuk meminta ijin mendirikan museum di Yogyakarta. Mereka melihat kebudayaan jawa sangat banyak dan semakin hari kian tidak diperhatikan. Mereka khawatir jika hasil kebudayaan tersebut hilang atau pindah tempat. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menyetujui gagasan tersebut dan memberikan tanah di dekat keraton jogja agar banyak dikunjungi orang.
Letak museum yang strategis, hanya beberapa puluh meter dari utara keraton jogja memang memudahkan pengunjung menjangkau tempat ini. Namun data statistic menunjukkan pengunjung kian waktu kian menipis. Bahkan ditahun 2001 jumlah pengunjung satu tahun hanya sekitar 20.000 orang.
Museum ini resmi berdiri pada tahun 1934 menggunakan tanah bekas hadiah dari Sultan kepada abdinya. Dalam tahun jawa waktu berdirinya museum tersebut digambarkan dalam sengkalan “Buta Ngrasa Esthining Lata” yang berarti tahun 1865. Museum ini dikemas dalam tradisi jawa, bangunan museum berupa joglo lengkap dengan emperan dan pintu masuknya khas kerajaan.
Foto : ndaru sedang mendengarkan instruksi pemandu di pendapa masuk museum


Pada tahun 1939 – 1940 museum sanabudaya direnovasi. Gedung diperluas dengan sebuah pendapa di sebelah timur museum dan dibuka pula sekolah kerajinan tangan. Gedung yang semula sederhana kini dipacak dengan kaca di emperannya, ruang pertunjukan pun ditata ulang. Bahkan pada malam hari kecuali hari kamis pukul 20.00 – 22.00 WIB diadakan pagelaran wayang kulit berdurasi singkat. Untuk menikmati pertunjukan ini dikenakan biaya Rp 20.000. Hal ini dilakukan untuk menarik para pengunjung selain juga melestarikan budaya jawa. Namun usaha ini tidak mendapatkan respon positif dari kalangan masyarakat. Bahkan kebanyakan dari para pengunjung adalah turis asing, jarang sekali turis domestic turut menikmati wayang.
Sebenarnya benda-benda yang dikoleksi di museum ini dapat dibilang lengkap dan tua. Kebanyakan berupa hasil budaya dari daerah di Jawa, Sunda, Bali, Madura dan Lombok. Sejak berdirinya museum ini mendapatkan dana dari pemda setiap tahunnya. Dana tersebut digunakan untuk merawat, memperbaiki dan membeli barang-barang kuno yang sangat berharga. Barang-barang kuno tersebut sebenarnya masih banyak berada disekitar kita. Namun kita tidak tahu harus bagaimana atau tidak rela kehilangan benda tersebut. Sehingga harus dibeli dengan materi. Hal ini menunjukkan kesadaran kita terhadap akuisisi sumber sejarah masih kurang.
Foto : wayang diponegoro yang tiada duanya


Mulai tahun 2000 para pengiat museum mulai memikirkan bagaimana supaya museum banyak dikunjungi orang. Mereka menilai desain tata ruang di museum perlu ditata ulang. Mereka ingin meniru gaya museum modern yang menggabungkan aspek kenyamanan dengan tujuan utama. Pada sela ruang pertunjukan diperlukan sebuah panggung hidup, warung dan kios yang menjual barang-barang kerajinan (bukan benda kuno yang dilindungi). Konsep ini sudah banyak dipakai di luar negri seperti museum Louvre di Paris, Hermitage di Leningrad, Uffizi di Florence dan Prado di Madrid. Semua itu adalah museum-museum kuno atau bahkan bangunan museum sendiri harus dimuseumkan. Namun bukan berarti barang-barang kuno yang ada didalamnya lebih baik dari tempat kita. Sanabudaya misalnya, museum ini memiliki daya tarik yang luar biasa. Bangunan beratap joglo yang tua, gapura semar tinandu yang unik dan masih ditambah pula gapura-gapura lain bergaya bali. Gapura candi bentar dan paduraksa ditambah lagi patung dwarapala dari candi kalasan yang tiada duanya. Belum lagi barang-barang koleksinya mulai dari zaman batu hingga logam yang menunjukan perkembangan zaman.
Koleksi – koleksi benda yang terdapat di museum Sanabudaya secara kategori ilmu yang mengkaji sebagai berikut.
  1. Geologika adalah benda yang menjadi obyek ilmu geologi. Contohnya : batuan, mineral, fosil, permata dll.
  2. Biologika meliputi benda yang merupakan obyek penelitian ilmu biologi. Antara lain : tengkorak dan kerangka hewan, tumbuhan dan manusia
  3. Etnografika mengkaji benda-benda yang merupakan hasil budaya suatu etnis atau wilayah tertentu, misalkan Kacip.
  4. Arkeologika, dapat digunakan untuk meneliti kehidupan zaman pra sejarah sampai masuknya budaya barat. Misalnya cermin tembaga yang digunakan pada masa sebelum mengenal barat.
  5. Historika adalah benda yang bernilai sejarah dan dapat digunakan menjadi obyek penelitian untuk merekuntruksi masa lalu. Misalnya senapan, meriam, peluru dll.
  6. Numismatika berupa mata uang atau alat tukar pada masa lampau. Contohnya uang logam cina dan uang kertas kuno.
  7. Filologika adalah benda koleksi menjadi obyek penelitian filologi. Misalnya naskah kuno, tulisan jawa kawi, dll.
  8. Keramik adalah koleksi barang yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, digunakan untuk memasak atau perkakas. Contohnya : Ketel, Guci dll.
  9. Seni Rupa contohnya seperti lukisan
  10. Teknologika menggambarkan kondisi perkembangan teknologi dari benda-benda seperti Gramaphon, mesin ketik dll.
Sumber bacaan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar-komentar